Selasa, 10 April 2012

" Dampak Kekerasan Pada Anak "

Anak Belajar Dari lingkungannya
Jika anak banyak dicela, ia akan terbiasa menyalahkan
Jika anak banyak dimusuhi, ia akan terbiasa menentang
Jika anak dihantui ketakutan, ia akan terbiasa cemas, dan
Jika anak dikelilingi olok-olok, maka ia akan terbiasa menjadi pemalu.
Akhir-akhir ini, fenomena bunuh diri dan kekerasan dikalangan anak-anak dan remaja makin marak. Mirisnya, masalah yang membuat mereka melakukan hal itu, merupakan persoalan-persoalan sepele, seperti marah karena dipanggil gendut, ditinggal pacar dan sebagainya. anak-anak sekarang banyak yang terperangkap dalam berbagai situasi sosial yang sangat tidak kondusif. Mereka stres oleh tekanan-tekanan dalam keluarga, sekolah, dan lingkungan masyarakat, hingga memicu perilaku agresif yang seringkali tidak terkontrol. Pemberian lingkungan yang tidak kondusif pada anak, tekanan yang berlebihan dan hal-hal yang secara psikologis menyebabkan anak terluka inilah yang oleh Dr. Seto Mulyadi, ditekankan sebagai kekerasan psikologis. Bentuknya bisa berupa tudingan, memberikan label buruk pada anak, ancaman, tudingan ataupun umpatan, kata-kata yang kasar, maupun gerakan-gerakan mengancam, membuat anak terluka hatinya, membuat anak takut, stress dan sebagainya. Namun perjalanan hidup yang cukup keras sejak duduk di bangku sekolah dasar telah mengajarinya untuk menjadi keras. Sebuah pelajaran di masa kecil yang tidak dapat dilupakannya sampai kapanpun.
Awalnya B hanya bisa menangis melihat kedua orang tuanya setiap hari bertengkar didepannya dan sang adik. Saat dia duduk di bangku kelas empat SD ibu diusir. ”Saat itulah saya mulai dendam sama bapak dan emosi saya makin tinggi dan makin lama makin tambah emosional. Bisa dibilang saya belajar marah-marah ya dari bapak,” tambah B. Menurut saya waktu itu, kalau orang dianggap ”batu” atau keras kepala, orang akan segan sama kita,” kata B. Salah satu cara untuk pembuktian diri. B dapat menjadi contoh korban kekerasan psikologi yang tidak disadari orang tuanya. Secara umum dikatakan bahwa akibat utama kekerasan psikologis dari orang tua, guru, lingkungan maupun aturan-aturan pemerintah ada beberapa hal. Pertama model-model kekerasan yang dilihat dan diterima akan diimitasi oleh si anak Yang kedua adalah rusaknya perkembangan jiwa si anak. Anak menjadi tidak bisa konsentrasi, anak stress, anak menjadi takut, anak menjadi termotifasi untuk melakukan tindak kekerasan dan sebagainya. ”Makanya selalu dikatakan kalau anak melakukan tindak kekerasan terhadap orang lain, sebaiknya anak tidak hanya diposisikan sebagai terdakwa atau tertuduh pelaku kriminal, tetapi juga harus diperlakukan sebagai korban. Karena anak tersebut merupakan korban dari kekerasan yang begitu mewarnai kehidupan anak-anak sehingga dia tergelincir dan terjebak terpaksa harus berkonflik dengan hukum. Salah satu yang merupakan kekerasan psikologis terhadap anak adalah pengabaian & karena kurang kasih sayang. Saat ini begitu banyak paradigma orang tua yang keliru. Mereka menganggap seolah-olah anak-anak itu dengan sendirinya bisa hidup dengan baik. Akibat dari paradigma yang keliru ini, sering terjadi pengabaian oleh orang tua terhadap anak-anak dengan membiarkan mereka hidup dalam situasi yang negatif. Mereka lupa bahwa bibit unggul tidak bisa hidup dan menghasilkan yang terbaik dengan sendirinya. Bibit unggul hanya bisa tumbuh dengan baik di tanam ditanah yang subur. Seorang anak yang baik sekalipun, kalau dia berada dalam lingkungan yang negatif, maka ia akan rusak juga. Dia akan berkembang menjadi negatif. Banyak orang tua yang tidak menyadari bahwa melahirkan seorang anak adalah awal dari suatu tanggung jawab yang cukup panjang, termasuk melindungi si anak dari pengaruh-pengaruh negatif dari dalam dan luar rumah, seperti emosi orang tua, tuntutan yang terlalu berat, acara-acara TV yang negatif. Anak memang harus dilindungi. Bibit unggul sebagus apapun jika ditanam ditanah yang tandus dan diterpa topan dan badai ya akan rusak juga. Pola pendidikan, sosialisasi dan pola interaksi dalam keluarga sangat berpengaruh terhadap proses pembentukan perilaku anak. Kekerasan anak bisa muncul tatkala orang tua kurang perduli terhadap lingkungan pergaulan anak. Berbagai pendapat diungkapkan para pakar mengenai penyebab munculnya perilaku kekerasan di dalam jiwa dan lingkungan anak-anak namun sebagian besar setuju bahwa perilaku kekerasan di lingkungan anak-anak lebih banyak dipengaruhi latar belakang pola pendidikan dalam keluarga. Pengajaran yang lebih lengkap dan bermakna bila didasari kasih sayang, saling menghargai dan saling membutuhkan, perasaan cinta kepada anak-anak. Apapun pengaruh di luar, ditangan orang tualah perilaku kekerasan anak dapat diredam. Namun persoalannya, masih banyak orang tua yang belum aktif berperan dalam pendampingan dan menjadi sahabat anaknya. Masih banyak orang tua yang belum menyadari bahwa perannya sangat penting dalam proses pendidikan kejiwaan seorang anak dalam kehidupannya. Bahkan banyak orang tua dan masyarakat terkesan kurang peduli terhadap perkembangan kejiwaan seorang anak. Tak dapat dipungkiri, sering kita melihat kekerasan terhadap anak disekitar kita, namun hanya rasa iba dan sedikit kasihan saja yang timbul. Padaha perilaku anak dibentuk oleh orang tua dan lingkungannya. Anak pada masa sekarang adalah cerminan kehidupan di masa depan.
Perkembangan kecerdasan dan mental seorang anak atau IQ/EQ sering dirusak para orangtua karena cara mengasuh, membimbing, serta membina anak pada "usia keemasan" (nol sampai enam tahun) dengan cara yang salah, yakni sekadar bicara bukan dengan sikap/teladan.
Menurut para ahli, usia menyerap anak pada ’usia keemasan’, yakni nol sampai enam tahun mencapai 70-80 persen, yang efektif dibina dengan cara sikap atau teladan orangtua, bukan hanya sekadar perintah atau bicara, jadi para orang tua jangan merusak kecerdasan dan mental anak kita akibat kesalahan kita sendiri. Kalau kita perintahkan anak belajar, sementara orangtuanya nonton TV, pasti anak tetap ikut nonton TV. Kalaupun kita paksa anak belajar, kemungkinan besar anak akan menangis. Ia menambahkan bahwa anak-anak butuh keteladanan dan contoh sikap tersebut bagi seorang anak akan tertanam kuat dalam benaknya sampai mereka dewasa nanti. Jika sejak kecil anak sudah terbiasa melihat orangtuanya berbuat apa saja, baik itu shalat dan mengaji, maka hal itu akan mereka ingat terus. Namun, apabila ayah dan ibunya sering berkelahi, maka kebiasaan orangtua akan terekam pula dan bisa terbawa menjadi sikap keras mereka saat dewasa. Cara mendidik anak agar tidak ada unsur paksaan dan kekerasan, baik kekerasan secara lisan, maupun kekerasan secara fisik. Pasalnya, hal itu justru bisa memengaruhi pelambatan daya pikir, kreativitas, dan mental atau intelligent quatients dan emotional quotients (IQ/EQ) si anak. Pendidikan di sekolah sifatnya hanya dukungan bagi perkembangan anak, tetapi mempersiapkan generasi muda, yang menjadi aset bangsa itu, berawal dari rumah atau kehidupan keluarganya.

*> Di ambil dari berbagai sumber

Tidak ada komentar:

Posting Komentar